Sebuah novel yang mengingatkan kita untuk berjiwa Indonesia.
Kedatangan Zad ke sebuah desa di pedalaman Muntilan, mengantarkannya pada dunia yang selama ini tak pernah disentuhnya. Terlebih, saat Gendis—gadis desa yang cerdas dan mandiri—hadir dan mengenalkannya pada Mas Gendro dan Pak Gio, dua tokoh yang gigih memperjuangkan tradisi dan budaya lokal. Pemuda metropolitan itu merasa tertampar mendapati kenyataan bahwa sebuah museum permainan tradisional di Yogyakarta digagas oleh seorang Belgia. Zad berjanji untuk melakukan sesuatu, tidak menutup mata terhadap perjuangan orang-orang yang melestarikan tradisi dan budaya bangsa tanpa pamrih. Sayang, niat baiknya tidak sejalan dengan hidup dan dunia ketiga sahabatnya, Yod, Fya, dan Rhean, yang memilih bermewah-mewah dan bersenang-senang. Zad pun merasa sendiri. Belum lagi, perjalanan asmaranya dengan Gendis yang terancam bubar karena ulah sang papa. Di saat yang bersamaan, sebuah teror menghantui hari-harinya. Kini, Zad dibenturkan pada riak persoalan pelik. Persoalan yang membawanya pada kesadaran akan jiwa "Indonesia" dalam dirinya, yang selama ini terkubur dan membuat jiwanya buta.
Loading